Wednesday, March 19, 2008

Problem Kristenisasi Butuh Penanggulangan Ideologis

Problem Kristenisasi Butuh Penanggulangan Ideologis

Husain Matla

Kristenisasi di Dunia Islam tidak bisa dipisahkan dari gerakan misionaris yang dirancang Barat. Gerakan misionaris sendiri tidak bisa dipisahkan dari gerakan penjajahan (imperialisme) Barat. Gerakan misionaris merupakan gerakan yang sistematis, terorganisasi, dengan dukungan dana dan SDM yang tinggi.

Pada awalnya, gerakan misionaris lebih ditujukan untuk meruntuhkan Daulah Khilafah Islam. Sebab, Barat menyadari, selama ada Daulah Khilafah Islam yang kuat di negeri Islam, kesatuan umat Islam akan terjaga, dan tegaknya syariat Islam akan terjamin. Daulah Khilafah Islam juga merupakan pelindung kaum Muslim, disamping motor penggerak yang menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia lewat dakwah dan jihad.

Memerangi Daulah Khilafah secara langsung lewat Perang Salib terbukti tidak ampuh. Umat Islam mampu mempertahankan negerinya dan mengalahkan musuh secara telak. Hal itu karena masih kokohnya pemikiran kaum Muslim yang didasarkan pada akidah Islam dan kuatnya penerapan syariat Islam secara kâffah. Karena itu, musuh-musuh Islam membuat perubahan strategi dengan melakukan perang pemikiran (al-ghazw al-fikrî) dengan menyebarluaskan ide-ide kufur seperti sekularisme, nasionalisme, demokrasi, HAM, dan pluralisme di tengah-tengah kaum Muslim.

Akhirnya, mereka berhasil dengan cara ini. Nilai-nilai sekularisme kemudian diadopsi oleh negeri-negeri Islam. Puncaknya, Daulah Khilafah Islam dibubarkan pada tahun 1924. Negeri-negeri Islam pun terpecah-belah menjadi negera-negara kecil yang tidak lagi berasaskan Islam, tetapi menjadi negara bangsa (nation state) dengan sistem pemerintahan kerajaan dan demokrasi.

Dr. Musthafa Khalidi dan Dr. Umar Farukh, dalam bukunya, Imperialis dan Misionaris Melanda Dunia Islam, menyebutkan bahwa motif misionaris di Dunia Islam tercampur antara misi agama dan misi politik, bahkan kebanyakan misi mereka adalah politik. Argumentasinya, di negeri asal para mssionaris itu, bangsa-bangsa Barat kebanyakan sudah ateis dan tidak memiliki perhatian lagi terhadap gereja. Mengutip pernyataan misionaris G. Simon, Khalidi mennyatakan, “Apabila persatuan Islam mulai menampakkan sosoknya untuk menghadapi imperialisme Eropa, maka para misionaris harus segera beraksi menyodorkan sosok Eropa sehingga persatuan Islam pun menjadi luntur kembali. Karena itu, para misionaris harus memasukkan pola pemikiran Kristen ke dalam persatuan Islam sehingga dapat mengguncang kaum Muslim. Negara Turki (pusat Khilafah Islamiyah) sungguh sangat berbahaya bagi Eropa, karena rakyatnya memeluk agama Islam, bahkan mereka memiliki kekuatan tersendiri untuk menghadapi ambisi dan kerakusan orang-orang Eropa.”

L. Brown juga mengatakan, “Seandainya orang Muslim bersatu-padu dalam satu pemerintahan, niscaya hal ini sangat berbahaya bagi seluruh dunia. Sebaliknya, hal itu akan mendatangkan kenikmatan tidak terhingga bagi kaum Muslim. Akan tetapi, selagi mereka terus sikut-sikutan, mereka tetap terombang-ambing, tidak mempunyai pedoman yang jelas, dan tidak mempunyai pengaruh yang jelas dan berarti bagi dunia luar.” (Khalidi, idem).

Setelah runtuhnya Daulah Khilafah Islam, gerakan misionaris lebih ditujukan untuk memperkuat penjajahan Barat di negeri-negeri Islam. Tentu saja, hal ini akan semakin mudah kalau upaya pemurtadan kaum Muslim bisa berjalan baik. Mereka memanfaatkan berbagai problem yang mendera umat setelah runtuhnya Daulah Khilafah Islam seperti kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan sains dan teknologi, dan instabilitas (peperangan, konflik, disintegrasi). Mereka tampil bagaikan dewa penolong seakan-akan ingin menyelamatkan umat Islam dari kemiskinan dan kebodohan. Untuk itu, mereka mendirikan lembaga-lembaga sosial, panti asuhan, yayasan yatim piatu, dan sekolah-sekolah. Tujuannya adalah satu: memurtadkan kaum Muslim. Padahal dana yang mereka dapat berasal dari negara-negara kapitalis dan para penguasa rakus yang menjadi penyebab kemiskinan dan penderitaan umat. Mereka manfaatkan dana yang mereka ambil dari kaum Muslim, yang kemudian mereka gunakan untuk kepentingan kristenisasi.

Mereka juga hadir bagaikan dewa penolong dengan wajah kasih sayang. Mereka membantu korban peperangan dan konflik di negeri Islam. Padahal negara-negara imperialis itulah yang menjadi penyebab utama konflik di negeri-negeri Islam seperti di Irak, Afgansitan, Sudan, Palestina, Poso, Ambon, dll. Mereka menyerukan perdamaian, tetapi mereka tidak berbuat apa-apa ketika negara-negera imperialis seperti AS dan Eropa membantai kaum Muslim.

Dari sini kita memahami betul, bahwa kegiatan misionaris tidak lepas dari aktivitas imperialis negara-negara Barat yang rakus untuk menguasai Dunia Islam, memecah-belahnya, dan mencegah terjadinya persatuan kembali negeri-negeri Islam.

Mengapa Kristenisasi Semakin Meluas?

Paling tidak, ada tiga penyebab mengapa gerakan misionaris Kristen bisa berkembang luas di Dunia Islam. Pertama, faktor ideologis, yakni kelemahan fikrah (ide) Islam dan tharîqah (metode menerapkan Islam) yang ada di tengah-tengah kaum Muslim. Kelemahan fikrah ini ditandai dengan kabur dan lemahnya akidah kaum Muslim. Akidah kaum Muslim tidak lagi menjadi kekuatan dahsyat dalam kehidupan mereka yang mendorong mereka untuk bangkit. Akidah Islam menjadi sebatas akidah ritual (ruhiah), tidak lagi menjadi akidah siyâsah (politik) yang menjadi landasan hubungan antar sesama manusia (muamalat).

Akidah Islam pun dipahami bukan lewat metode yang benar, yakni lewat proses berpikir, tetapi semata-mata berdasarkan perasaan yang muncul dari naluri beragama. Akibatnya, pemurtadan menjadi lebih gampang, khurafat dan tahayul berkembang meluas.

Kelemahan fikrah juga tampak dari kaburnya pemahaman kaum Muslim tentang syariat Islam yang kâffah. Islam tidak lagi dipahami sebagai sebuah sistem yang menyeluruh, yang mampu memecahkan seluruh persoalan manusia.

Kekaburan juga terjadi pada masalah bagaimana metode menerapkan ide-ide Islam secara kâffah dan menyeluruh. Hal ini tampak dari semakin jauhnya kaum Muslim akan pemahaman pentingnya Daulah Khilafah. Padahal keberadaan Daulah Khilafah adalah penting sebagai institusi politik yang akan menerapkan syariat Islam secara kâffah.

Kedua, kebencian kaum kafir terhadap Islam dan kaum Muslim. Kristenisasi semakin meluas karena didorong oleh kebencian orang-orang kafir terhadap Islam dan kaum Muslim. Ditanamkan dan disebarluaskan bahwa Islam adalah agama primitif, kejam, haus darah, melecahkan wanita, teroris, dan lain-lain. Hal ini secara sistematis dilakukan lewat media pendidikan maupun media massa. Akibatnya, banyak kaum Muslim yang membenci agamanya sendiri, menganggapnya hina dan malu beragama Islam. Banyak juga orang-orang non-Muslim yang pandangannya terhadap Islam kabur dan miring.

Prof. Leopold Vice menulis dalam bukunya, Islam on the Cross Road, “Eropa telah memperoleh banyak hal dari Dunia Islam. Akan tetapi, Eropa tidak mengucapkan terima kasih sedikit pun. Hal itu tidak mengurangi kebenciannya terhadap Islam. Sebaliknya, kebencian mereka semakin membesar dari waktu ke waktu hingga akhirnya berubah menjadi kebiasaan.”

Ketiga, adalah ketiadaan Daulah Khilafah Islam. Ketiadaan Daulah Khilafah Islam membuat hukum-hukum Allah tidak bisa ditegakkan secara kâffah dan menyeluruh. Padahal tugas dan kewajiban Daulah Islam adalah menerapkan syariat Islam. Negeri-negeri Islam pun diperintah berdasarkan sistem kufur, yakni kapitalisme-sekular. Tidak diterapkannya aturan Islam secara kâffah dan menyeluruh inilah yang mengakibatkan munculnya berbagai persoalan kaum Muslim seperti kemiskinan, kebodohan, pengangguran, disintegrasi, konflik, dan lain-lain. Problem yang melilit umat ini pula yang dimanfaatkan untuk melakukan gerakan kristenisasi. Mereka memikat umat dengan uang, pendidikan, dan pekerjaan.

Tegaknya Daulah Khilafah akan menyelesaikan persoalan umat ini. Sebab, dalam pandangan hukum Islam, Daulah (negara) berkewajiban menjamin kebutuhan pokok rakyat (pangan, sandang, dan papan). Negara bertugas pula menjamin kebutuhan kolektif masyarakat yang vital seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, dan keamanan. Rasulullah Saw bersabda:

Imam itu pengurus/pengatur, dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya. [HR. al-Bukhari dan [b]Muslim].

Jadi, akan sulit menyelesaikan kristenisasi, sementara berbagai persoalan umat di atas tidak diselesaikan.

Daulah Khilafah Islam juga akan secara tegas melindungi akidah umat. Daulah tidak akan membiarkan penyebarluasan agama Kristen, meskipun mereka diberikan kebebasan untuk menjalankan agama mereka. Daulah Khilafah Islam secara tegas akan menghukum mati orang yang murtad. Rasulullah Saw bersabda:

Siapa saja yang mengganti agamanya (murtad), bunuhlah. [HR. Muslim dan Ashabus Sunan].

Tentu saja, proses ini dilakukan lewat pengadilan Islam yang bertanggung jawab, setelah sebelumnya, orang yang murtad tersebut diajak berdiskusi tentang tindakan murtadnya, diajak bertaubat kembali ke pangkuan Islam, dan diberikan waktu tiga hari untuk memikirkan keputusannya, untuk kembali bertaubat ataukah tetap dalam kekafirannya.

Tugas melindungi akidah umat ini menjadi tugas penting Daulah Khilafah. Qadhi Abu Ya‘la al-Farra’ mengatakan, “Imam (Khalifah) diwajibkan untuk mengurus urusan umat ini, yaitu sepuluh urusan. Pertama, menjaga agama berkenaan dengan persoalan ushûl (pokok) yang telah disepakati oleh umat terdahulu. Apabila ada orang ragu dan keliru terhadapnya (Islam) maka Imam bertanggungjawab untuk menerangkan argumentasi (hujah) kepadanya dan menyampaikan kebenaran kepadanya. Dia bertanggung jawab pula untuk melaksanakan hak dan agar agama ini tetap terjaga dan terpelihara dari kekeliruan…” (Al-Farra’, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 27).

Sebaliknya, pemerintahan negeri Islam yang berlandaskan demokrasi telah dijadikan alat untuk menyebarluaskan agama Kristen dengan dalih kebebasan beragama. Negara yang melarang penyebarluasan agama Kristen akan dicap sebagai yang melanggar HAM dan tidak demokratis, karenanya pantas dihukum. Atas dasar kebebasan beragama pula, seseorang secara terbuka boleh murtad dari Islam.

Daulah Khilafah Islam juga akan menjadi pelindung kaum Muslim dari berbagai serangan orang-orang kafir. Rasulullah Saw bersabda:

Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah laksana perisai (pelindung), tempat orang-orang Muslim berperang dan berlindung di belakangnya. [HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ahmad].

Ketiadaan Daulah Khilafah telah membuat kaum Muslim kehilangan pelindungnya. Umat Islam bagaikan makanan yang dimakan beramai-ramai oleh orang-orang yang rakus. Kekayaan alam negeri-negeri Islam dirampas untuk kemakmuran negara-negara imperialis. Mereka pun memberikan dana yang mereka rampas dari kaum Muslim itu untuk mendukung gerakan misionaris.

Membendung Kristenisasi

Sangat jelas, akar persoalan kristenisasi dan juga persoalan-persoalan kaum Muslim lainnya seperti kemiskinan, kebodohan, dan konflik adalah ketiadaan Daulah Khilafah Islam yang menerapkan syariat Islam secara kâffah. Karenanya, kaum Muslim harus berjuang bersama-sama untuk menegakkan kembali Daulah Khilafah Islam. Tugas ini adalah tugas kita semua. Inilah kewajiban bagi seluruh kaum Muslim, parpol Islam dan gerakan-gerakan Islam. Hal ini harus menjadi amal jama‘i bagi kita semua. seluruh kaum muslimin, apapun corak kelompok, organisasi, partai, dan gerakannya.

Secara personal (‘amal fardiyah) kita juga berkewajiban melindungi keluarga dan saudara-saudara saat ini sembari memperjuangkan Daulah Khilafah. Kita menanamkan bagaimana jalan keimanan (tharîq al-imân) yang benar yang harus dilakukan, yakni lewat proses berpikir. Inilah yang akan memperkokoh akidah Islam. Secara personal kita juga berkewajiban membantu saudara-saudara kita yang hidup dalam kebodohan dan kemiskinan yang menjadi target kristenisasi.

Kaum Muslim hendaknya berpegang teguh pada Islam baik akidah maupun syariat Islam, apapun keadaan dan kesulitan yang mereka hadapi. Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Berpeganglah kalian semuanya pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai. (Qs. Ali Imran [3]: 102-103).

Kaum Muslim, khususnya para ulama, ustadz, mubalig, pimpinan partai dan ormas Islam, hendaknya bersama-sama menghadapi masalah kristenisasi ini dengan visi yang sama. Hendaknya mereka membina umat dengan ide-ide Islam yang jernih, baik dalam masalah akidah maupun syariat. Selain itu, perlu adanya kesepahaman bahwa kaum Muslim di manapun adalah saudara. Karena itu, hendaknya diwujudkan suasana ukhuwah Islamiyah yang nyata dan sesuai dengan aturan Allah SWT. Misalnya, janganlah kaum Muslim, khususnya mereka yang kaya, membiarkan saudara-saudara mereka yang sedang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, baik sandang, pangan, maupun papan. Juga janganlah para birokrat muslim begitu mudah memberikan izin bagi kristenisasi dengan kedok pembangunan gereja/lembaga pendidikan mereka di tengah-tengah komunitas muslim sekalipun diiming-imingi ratusan ataupun milyaran rupiah uang sogokan. Demikian juga para tokoh muslim janganlah pula mudah dimintai persetujuannya bagi kristenisasi dengan kedok apapun, sekalipun berbagai bujukan dan tekanan datang bertubi-tubi.

Namun, aktivitas individual itu dilakukan dalam kesadaran bahwa akar persoalan dari semua masalah umat ini adalah ketiadaan Daulah Khilafah Islam. Inilah yang harus menjadi fokus perjuangan kita bersama. Sebab, tanpa Daulah Khilafah, persoalan kaum Muslim tidak akan pernah selesai secara tuntas.

Kaum Muslim, khususnya para pemimpin partai dan gerakan Islam, hendaknya mendesak para penguasa Muslim untuk melarang kristenisasi maupun propaganda ide-ide kufur di negeri-negeri Islam yang mereka pimpin. Sebab, penguasalah yang menjadi harapan umat untuk melindungi mereka dari berbagai serangan kaum kafir.

Negara yang menerapkan syariat sebenarnya merupakan pihak yang paling memungkinkan menghambat sekularisasi dan kristenisasi. Keberhasilan Khilafah Islam, yang berhasil menjaga kondisi umat Islam selama lebih dari 1300 tahun adalah buktinya. Sayang, keadaan umat Islam dewasa ini —yang terpecah-belah dalam banyak negara lemah dan tidak menerapkan Islam— membuat umat yang jumlahnya 1,6 miliar ini tidak mampu berbuat apa-apa. Karenanya, menjadi kewajiban berbagai gerakan, kelompok organisasi, dan partai Islam bersama umat seluruhnya mewujudkan Khilafah Islam.

Walhasil, kristenisasi bisa menyebar luas karena ditopang sekularisasi. Bahkan sekularisasi itu sendiri lebih berbahaya dari kristenisasi karena dilakukan secara internasional. Karenanya, yang dibutuhkan lebih dari sekadar penanggulangan individual, namun penanggulangan ideologis, yaitu dengan menegakkan syariat Islam di bawah Khilafah Islam. Hanya dengan itu kristenisasi dan sekularisasi bisa dihentikan secara total. [Majalah al-wa’ie, Edisi 48]

No comments: