oleh: Rochmat Wahab |
|
JUMAT 2 Mei 2008 ini adalah Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Ditetapkannya sebagai Hari Pendidikan Nasional merupakan perwujudan apresiasi yang sangat tinggi dan berharga bagi seorang tokoh pendidikan nasional, Ki Hadjar Dewantara yang dilahirkan di Yogyakarta, atas prestasinya dalam meletakkan dasar-dasar pedagogis bagi sistem pendidikan nasional. Adapun tema Peringatan Hardiknas tahun ini adalah “Hardiknas 2008 sebagai Bagian dari Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Bangsa”. Suatu tema yang belum pernah terjadi dan berpotensi untuk bangkitkan kesadaran kita dalam berbangsa dan bernegara, menuju masa depan Indonesia yang lebih cemerlang dan bermartabat. Secara historis, pada tahun 1908, pendidikan memang sangat penting, karena pendidikan, di samping irigasi dan transmigrasi, dipandang sebagai salah satu politik etis atau politik balas budi. Hal ini diwujudkan dengan berdirinya Sekolah Dasar Kelas Pertama yang ditujukan untuk pelayanan pendidikan bagi anak-anak tokoh terkemuka pribumi, bangsawan, dan penduduk yang disebut Hollandsch Inlandsch School atau HIS, Sekolah Rendah yang diperluas atau Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Sekolah Menengah Umum sebagai kelanjutan dari MULO yaitu Algemeene Midlbaar School (AMS), Sekolah Pendidikan Guru (Kweekschool), Sekolah Dokter Jawa yang disebut School tot Opleiding voor Indische Artsen (STOVIA) yang kini menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), dan Lembaga Pendidikan Tinggi Teknik yang disebut Technise Hoge School (THS) yang sekarang menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB). Peran Strategis Pendidikan pada awal abad 20 memiliki peran strategis, karena dianggap mampu menaikkan status sosial anak dan mampu menghasilkan cendekiawan. Dengan kata lain, pendidikan diyakini sebagai salah satu ikhtiar penting dan efektif untuk meningkatkan derajat manusia, sehingga eksistensi manusia menjadi lebih terhormat atau recognized. Ingat firman Allah SWT bahwa “Allah SWT mengangkat derajat orang-orang beriman dan menuntut ilmu di antara kamu” (QS Al-Mujaadalah:11). Jika pendidikan saat itu lebih diarahkan kepada target personal, maka pendidikan dalam konteks sekarang dan mendatang diharapkan sekali lebih ditargetkan kepada bangsa sebagai suatu kesatuan. Hal ini tidak berlebihan jika dikaitkan dengan tujuan pendirian negara Indonesia, yang salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan saat itu memang sanggup menghasilkan sejumlah cendekiawan ideal yang memiliki tanggung jawab akademik, moral, dan sosial. Karena itulah para cendekiawan tidak hanya mampu menghasilkan karya-karya akademiknya yang andal, bersikap dan berperilaku terpuji, melainkan juga mereka mampu mendirikan organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang pada akhirnya dapat membangun kekuatan kolektif dan kebangsaan. Dengan demikian pada akhirnya para cendekiawan, di samping izin Allah SWT-Tuhan yang Maha Kuasa, dapat mengantarkan rakyat Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan, kebebasan, dan kejayaan bangsa Indonesia. Pendidikan Sebagai Modal Kebangkitan Atas dasar pemikiran sebelumnya, maka sangatlah relevan bahwa tema Hardiknas 2008 dapat dikaitkan dengan peringatan 100 tahun kebangkitan bangsa. Selain daripada itu, kiranya tidak berlebihan jika dikaitkan dengan visi pendidikan nasional yang menempatkan pendidikan pada posisi yang strategis sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa dalam mengantarkan perjalanan bangsa, terutama dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan menghadapi tantangan zaman dalam era informasi dan era ide dewasa ini. Pendidikan nasional pada hakikatnya memiliki dua perspektif. Perspektif pertama, pendidikan nasional merupakan agen perubahan bagi semua sektor pembangunan, sehingga perlu terus didorong untuk berprestasi dengan harapan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat berdampak tidak hanya bagi eksistensi, pengembangan dan kesinambungan kehidupan pendidikan nasional, tetapi juga bagi kehidupan semua sektor. Artinya, pendidikan menjadi faktor kunci dalam kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah percaturan dunia saat kini dan mendatang. Bahkan implementasi sistem pendidikan nasional yang benar, diyakini mampu mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyejahterakan kehidupan di dunia dan akhirat (di tengah-tengah masyarakat berpengetahuan atau knowledge society dan masyarakat bermoral). Perspektif kedua, pendidikan nasional merupakan suatu solusi terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat secara luas melalui karya-karya, baik pada tataran ide maupun tataran produk kerja. Dalam konteks ini setiap persoalan insan dan bangsa Indonesia, baik kecil maupun besar, diharapkan sekali mampu dijawab oleh sistem pendidikan nasional yang mantap, baik pada tataran legal maupun empirik yang dikawal oleh para pendidik dan tenaga kependidikan (baik dalam institusi pendidikan formal, informal, maupun nonformal). Dalam kondisi ini pendidikan memainkan peran yang strategis sebagai solusi bagi setiap persoalan setiap warga, masyarakat, bangsa, dan kemanusiaan. Orientasi Baru Pendidikan Untuk dapat menjamin posisi pendidikan nasional lebih strategis, maka perlu dimantapkan orientasi baru pendidikan, yang diawali dengan memantapkan pandangan terhadap hakikat peserta didik, sistem pendidikan nasional yang terbarukan dan integrated, serta model manajemen sekolah, manajemen kelas dan pembelajaran yang mendidik dan menyenangkan, sehingga sistem pendidikan nasional mampu menghasilkan insan yang bermoral, rasional, kompeten, well-adapted, dan berperan sebagai agen perubahan. Yang pada akhirnya, mereka diharapkan sekali mampu menjadi subjek pembangunan nasional produktif, kreatif dan futuristik. Untuk itu dalam proses pendidikan sangatlah diperlukan internalisasi nilai-nilai religiusitas, akademik, kebangsaan dan kemanusiaan. Jika dewasa ini selalu dipersoalkan tentang kualitas pendidikan nasional, hal ini tidak berarti bahwa kita tidak memiliki harapan sedikitpun kepada peran pendidikan nasional. Menurut hemat saya, yang patut dipersoalkan adalah kinerja pendidikan nasional yang masih belum sepenuhnya mampu menghasilkan lulusan yang kompeten dan kompetitif dalam menghadapi era global, tanpa melupakan eksistensi jati dirinya sebagai hamba Tuhan. Sungguh disadari bahwa kemajuan pendidikan nasional laksana deret hitung, sementara itu perubahan sosial laksana deret ukur. Dengan begitu untuk mengakselerasi kemajuan pendidikan nasional diperlukan sinergi semua pihak secara optimal. Akhirnya, untuk menjadikan sistem pendidikan nasional mampu mewujudkan cita-citanya, kiranya perlu dimantapkan political will pemerintah (baik para eksekutif, legislatif, maupun yudikatif) untuk menyukseskan dan memrioritaskan posisi sistem pendidikan nasional sebagai Pahlawan pembangunan bangsa dan negara Indonesia di masa kini dan mendatang. Sebaliknya, hendaknya bangsa Indonesia terus meningkatkan kualitas sistem pendidikan nasional, yang pada akhirnya dapat diyakini mampu memberikan solusi terhadap semua masalah yang dihadapi manusia Indonesia dan dunia. Singkatnya perlu ditegakkan secara simultan, All for Education and Education for All. q - g. (3671-2008) *) Dr Rochmat Wahab MA, Pembantu Rektor Bidang Akademik dan Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Indonesia (UNY). |
sumber : www.kr.co.id
No comments:
Post a Comment