Thursday, May 1, 2008

PERKEMBANGAN TEORI KEPEMIMPINAN : SUATU TINJAUAN PUSTAKA

PERKEMBANGAN TEORI KEPEMIMPINAN : SUATU TINJAUAN PUSTAKA

Tulisan ini merupakan hasil kolaborasi saya dengan sahabat saya Christian Siboro, seorang konsultan manajemen SDM, dan tulisan ini dimuat dalam jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia & Organisasi, Vol. 1, No. 1 - Juli 2006, ISSN 1907-6495, hal. 50 - 60, diterbitkan oleh Pusat Kajian Manajemen SDM dan Organisasi Universitas Trisakti.

Tulisan ini memberikan insight mengenai prinsip-prinsip kepemimpinan dari pemikiran-pemikiran yang berkembang akhir-akhir ini dalam teori kepemimpinan. Topik kepemimpinan ini adalah topik yang sangat menarik dan banyak menjadi pembicaraan oleh berbagai kalangan, baik organisasi bisnis maupun organisasi pemerintahan atau pelayanan publik. Peneliti dalam bidang manajemen pun banyak sekali yang mencurahkan perhatiannya dalam bidang kepemimpinan ini, sehingga cukup banyak hasil penelitian berupa teori yang dikembangkan dalam bidang kepemimpinan ini. Tulisan ini menyimpulkan bahwa teori kepemimpinan tersebut berkembang secara paralel dalam berbagai dimensi, yaitu dimensi kecerdasan emosional, nyali atau keberanian, kematangan karakter, kompetensi, dan prinsip. Tetapi walaupun demikian, kelima dimensi ini sejatinya saling melengkapi satu dengan yang lainnya.


PENDAHULUAN

Topik kepemimpinan sepertinya tidak ada habis-habisnya kalau mau dibahas, karena selalu saja ada perkembangan dalam organisasi pada setiap jaman yang menuntut karakteristik kepemimpinan tertentu. Perkembangan teori kepemimpinan telah banyak dimunculkan oleh para pakar, mulai dari kepemimpinan karismatik, kepemimpinan militeristik, kepemimpinan situasional, kepemimpinan transformasional, hingga kepemimpinan dengan kecerdasan emosional.

Jika melihat hanya pada era 1990-an akhir dan era 2000 awal, maka muncul teori kepemimpinan seperti primal leadership, change leader, level 5 leadership, exemplary leadership, extraordinary leadership, principle-centered Leadership, dan lain-lain.

Apakah yang dimaksud dengan kepemimpinan ? Ini juga sesuatu yang sulit untuk disepakati, karena banyak sekali definisi yang pernah diungkapkan oleh banyak pakar dalam bidang kepemimpinan. Tapi secara sederhana banyak yang sepakat bahwa kepemimpinan adalah sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.

Walau kepemimpinan mungkin lebih mudah dijelaskan, tapi yang pasti lebih sulit untuk dipraktekkan. Kepemimpinan sangat berkaitan dengan perilaku, baru kemudian menyangkut keahlian. Pemimpin yang baik diikuti oleh orang lain karena dia dipercaya dan dihormati, dibanding karena keahlian yang dimilikinya. Kepemimpinan berbeda dengan manajemen.

Manajemen bergantung lebih kepada perencanaan, keahlian organisasi dan komunikasi. Kepemimpinan juga bergantung pada keahlian manajemen tersebut, tapi terutama lebih pada kualitas personal seperti integritas, kejujuran, kerendahan hati, keberanian, komitmen, ketulusan, semangat, keyakinan, sikap positif, kebijaksanaan, determinasi, kehangatan dan sensitifitas.

PRIMAL LEADERSHIP : PENDEKATAN DARI SISI KECERDASAN EMOSIONAL

Cukup banyak upaya yang dilakukan oleh berbagai pakar untuk menggambarkan model kepemimpinan dengan baik. Ada model yang diberikan oleh Daniel Goleman, McKee, dan Boyatzis, (lihat Goleman, McKee, Boyatzis, 2002), yang terkenal dengan teori primal leadership. Teori primal leadership ini lebih melihat kepemimpinan dari sisi kecerdasan emosional (emotional intelligence). Ini tidaklah mengherankan karena mereka adalah murid dari David McClelland yang merupakan perintis riset di bidang kecerdasan emosional.

Mereka menyarankan agar pemimpin melengkapi amunisi gaya kepemimpinannya agar mampu menghadapi berbagai situasi yang berbeda secara efektif dengan gaya kepemimpinan yang sesuai. Mereka menyimpulkan bahwa terdapat 6 (enam) gaya kepemimpinan yang berdasarkan kepada kecerdasan emosional, yaitu :

• Gaya koersif (coercive) dilakukan dengan pendekatan “lakukan apa yang saya katakan”, di mana kepatuhan dari bawahan menjadi fokus utama.

• Gaya otoritatif (authoritative or visionary) dilakukan dengan pendekatan “mari bersama saya” yang memberikan kejelasan arah dan visi kemana organisasi akan menuju.

• Gaya afiliatif (affiliative) dilakukan dengan pendekatan dengan sikap mendahulukan dan menciptakan keharmonisan antar orang.

• Gaya demokratik (democratic) dilakukan dengan pendekatan manajemen partisipatif yang mendukung dan memberikan kesempatan keterlibatan sebanyak mungkin dari bawahan, dimana tujuannya adalah membangun komitmen bawahan dan mendapatkan sebanyak mungkin ide dan masukan dari mereka.

• Gaya penentu standar (pacesetting) dilakukan dengan pendekatan “ikuti saya, lakukan apa yang saya lakukan”, yang menetapkan standar kinerja yang tinggi dan selalu menekankan serta menuntut hal tersebut kepada bawahan dalam penyelesaian tugas.

• Gaya pelatih (coaching) dilakukan dengan pendekatan yang menekankan pentingnya pengembangan individu secara jangka panjang.

PENDEKATAN KEPEMIMPINAN DARI SISI NYALI (GUTS)

Jack Welch, pemimpin dalam dunia bisnis dan penulis buku kepemimpinan yang dihormati karena keberhasilannya membawa perusahaan General Electric (GE) menjadi salah satu perusahaan paling sukses di dunia, memberikan 10 (sepuluh) prinsip fundamental dalam kepemimpinan, (lihat Welch, 2001). Prinsip kepemimpinan yang disampaikan oleh Welch adalah bahwa kepemimpinan itu berarti memiliki nyali untuk memutuskan dan bertindak sesuai dengan apa yang diyakini.

Sepuluh prinsip tersebut adalah sebagai berikut ini.

• Hanya ada satu jalan yang lurus. Itu menentukan nada organisasi. Jalan ini harus ditemukan oleh setiap pemimpin, dan lalu menjalankan organisasi di jalan tersebut. Intinya adalah bahwa setiap pemimpin itu tidak boleh terjebak dalam keraguan.

• Bersikaplah terbuka untuk kebaikan bagi apa yang dapat diberikan orang di mana pun yang dapat memberikan pembelajaran di seluruh organisasi. Intinya adalah harus ada suatu kerelaan untuk mendengarkan pendapat, bahkan dari karyawan tingkat rendah sekali pun.

• Tempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat, ini lebih penting dari pada mengembangkan strategi yang handal. Intinya, sumber daya manusia adalah kunci dari segala kesuksesan organisasi. Jangan ragu untuk menempatkan orang yang kompeten di bidangnya, dan jangan ragu untuk menyingkirkan mereka yang tidak kompeten.

• Atmosfer atau suasana kerja yang informal adalah keunggulan kompetitif. Suasana kerja yang informal seringkali menimbulkan kreativitas dan rasa nyaman dalam bekerja dalam pengertian positif. Harus ada keberanian bagi setiap pemimpin untuk melepaskan diri dari segala sesuatu yang bersifat formal dan resmi. Pendekatan informal dan kekeluargaan jauh lebih bermanfaat.

• Pastikan bahwa setiap orang diperhatikan dan bahwa setiap orang tahu dia diperhatikan. Memberikan perhatian kepada bawahan itu wajib hukumnya, dan tunjukkanlah perhatian anda tersebut kepada si bawahan sehingga dia tahu anda memperhatikan dirinya.

• Kepercayaan diri yang tepat adalah pemenang, ujian yang sebenarnya dari kepercayaan diri adalah keberanian untuk bersikap terbuka. Sekali lagi, ini adalah masalah nyali.

• Organisasi dan pekerjaan harus menjadi sesuatu yang menyenangkan, jadikanlah perayaan internal memberikan semangat bagi organisasi.

• Jangan pernah merendahkan orang lain. Jika dia tidak berprestasi, maka berhentikanlah dengan rasa hormat.

• Pahami di mana nilai sebenarnya diberikan atau ditambahkan dan tempatkan orang terbaik anda disana.

• Ketahui kapan harus menahan dan kapan harus melepaskan (bawahan, emosi, pendapat, dan sebagainya), ini yang disebut sebagai intuisi yang murni.

LEVEL 5 LEADERSHIP : PENDEKATAN DARI SISI KEMATANGAN KARAKTER

Jim Collins, seorang pakar manajemen yang terkenal dengan bukunya ”Good to Great” (lihat Collins, 2001), melakukan riset yang mendalam untuk melihat bagaimana perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat sanggup mentransformasikan dirinya dari baik (good) menjadi luar biasa (great) dengan segala kriterianya. Hasil riset selama hampir 6 tahun tersebut menyimpulkan ada 3 komponen utama yang menyebabkan hal itu terjadi, yaitu discipline people, discipline thought, dan discipline actions.

Salah satu dari komponen discipline people adalah kepemimpinan tingkat kelima atau level 5 leadership. Lima tingkat kepemimpinan dalam model kepemimpinan yang dipaparkan oleh Jim Collins tersebut, dengan kepemimpinan tingkat ke-5 yang paling tinggi adalah sebagai berikut :

• Tingkat 1: Individu yang kompeten, membangun produktifitas kerja yang tinggi melalui pengetahuan, ketrampilan, bakat, dan motivasi kerja yang tinggi.

• Tingkat 2: Mampu bekerja sama dengan orang lain di dalam sebuah kelompok kerja, dan mampu berkontribusi secara positif demi kemajuan bersama.

• Tingkat 3: Manajer yang kompeten, mampu memimpin sebuat tim, mendefinisikan sasaran dengan jelas, dan mampu menggerakkan orang dan sumber daya lainnya untuk mencapai sasaran tersebut dengan baik.

• Tingkat 4: Pemimpin yang efektif, mampu membangun visi ke depan dengan baik dan jelas, mampu membangun komitmen manusia yang dipimpinnya dan menerapkan suatu standar kinerja yang tinggi.

• Tingkat 5: Membangun keberhasilan yang luar biasa dengan sikap rendah hati dan profesionalisme yang tinggi.

Dari model kepemimpinan ini, Jim Collins menekankan dua unsur yang penting dalam tingkat kepemimpinan yang tertinggi yaitu sikap rendah hati dan profesional, dimana dia menjelaskan kedua hal tersebut sebagai berikut :

• Rendah hati :

o Memperlakukan bawahan sebagai orang yang sudah dewasa, dan tidak mendemonstrasikan kekuasaan di depan publik.

o Banyak bertindak dengan diam-diam atau mendorong dari belakang, untuk memotivasi bawahan dilakukan dengan menerapkan standar kinerja yang tinggi, bukanlah karisma diri individu.

o Menyalurkan ambisi untuk kepentingan organisasi, bukan untuk mendongkrak popularitas diri indvidu, dan selalu mendorong generasi yang lebih muda untuk sukses melebihi dirinya.

o Jika terdapat suatu keberhasilan, dia akan melihat memberikan pujian kepada orang lain yang bekerja sama dan berperan serta, keberhasilan milik bersama, bukan semata-mata karena dirinya sendiri.

• Profesional :

o Memiliki sasaran untuk menciptakan hasil atau kinerja yang luar biasa dan mampu memanajemeni organisasi menuju kinerja yang tinggi.

o Secara konsisten memiliki fokus yang terarah dan jelas terhadap sasaran jangka panjang organisasi, dan tidak terombang-ambing atau terperangkap dalam gejolak keraguan.

o Menetapkan suatu standar kinerja yang tinggi, dan selalu memiliki semangat yang tinggi untuk mencapainya.

o Jika terjadi suatu kinerja yang tidak baik, maka dia akan bercermin kepada dirinya sendiri, apa yang salah dari cara saya memimpin organisasi ?

EXTRAORDINARY LEADERSHIP : PENDEKATAN DARI SISI KOMPETENSI

Model kepemimpinan lain yang patut disimak juga adalah apa yang dihasilkan dari riset yang dilakukan oleh Zenger dan Folkman, (Zenger & Folkman, 2002). Zenger dan Folkman kelihatan sangat dipengaruhi oleh riset yang dilakukan oleh Jim Collins mengenai Level 5 Leadership dan juga oleh pendekatan kompetensi yang dikembangkan oleh David McClelland dan Lyle M. Spencer. Dalam model yang mereka sebut sebagai Extraordinary Leadership tersebut, mereka mengemukakan ada 4 (empat) hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu :

• Kemampuan atau kapabilitas personal (personal capability). Seorang pemimpin yang hebat itu memiliki kemampuan personal yang luar biasa, mulai dari kemampuan berpikir, berbagai soft competency, sampai dengan kemampuan teknis tertentu. Karena kemampuan yang tinggi ini, maka dia akan dihormati dan disegani oleh bawahannya.

• Fokus kepada hasil (focus on results). Seorang pemimpin yang hebat itu tidak akan mendiktekan segala sesuatunya kepada bawahannya. Dia akan melakukan pemberdayaan, mulai dengan mengembangkan kompetensi bawahan, sehingga mampu mencari jalan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kinerja tinggi. Dia hanya akan mengendalikan bawahannya melalui hasil akhir, bukan pada proses. Ini berarti pemberdayaan, sekaligus sikap mempercayai bawahan.

• Memimpin perubahan organisasi (leading organizational change). Seorang pemimpin yang hebat itu sanggup membawa perubahan terhadap organisasi sesuai dengan perubahan tuntutan situasi. Dia tidak terjebak di dalam zona nyaman, yang mampu “membunuh” organisasi secara perlahan-lahan. Perubahan dilakukan bukan asal berubah, melainkan perubahan yang bertujuan untuk kebaikan bersama, perubahan yang terstruktur rapi dengan suatu manajemen perubahan yang baik, dan sedapat mungkin menekan dampak negatif yang timbul akibat perubahan tersebut.

• Keterampilan antar manusia atau interpersonal (interpersonal skills). Seorang pemimpin yang hebat itu memiliki kemampuan interpersonal yang baik, mulai dari memahami orang lain, menyampaikan pesan, mengayomi, memberikan pujian kepada bawahan, bersikap tegas, dan tidak mengutamakan popularitas pribadi.

KEPEMIMPINAN BERDASARKAN PRINSIP

Stephen Covey sangat terkenal dengan konsep 7 habits of highly effective people, atau 7 kebiasaan orang-orang yang efektif (atau berkinerja tinggi). Secara ringkas, 7 habits terdiri dari :
• Bersikap proaktif atau memiliki inisiatif yang tinggi.
• Mulai dengan pikiran apa yang ingin dihasilkan (end in mind).
• Memberikan prioritas kerja (first things first).
• Selaku berpikir untuk kebaikan bersama (win-win).
• Mulailah dengan memahami pihak lain, barulah ingin dipahami oleh pihak lain.
• Membangun sinergi yang tinggi.
• Selalu melakukan perbaikan secara terus-menerus.

Selama hampir 16 tahun konsep 7 habit banyak dijadikan rujukan untuk prinsip kepemimpinan di dunia ini, dikenal juga dengan istilah principles-centered leadership. Pada tahun 2004, Steven Covey mempublikasikan habit kedelapan, untuk melengkapi 7 habit yang sudah ada sebelumnya. Inti dari habit kedelapan ini adalah find your voice and inspire others to find theirs atau dengan perkataan lain, setiap pemimpin itu harus memiliki sikap, tetapi jangan memaksakan sikap kepada orang lain, justru membantu orang lain untuk menentukan sikapnya sendiri.

Jadi di sini ada unsur ketegasan sikap, sekaligus pemberdayaan orang lain (empowerment) melalui suatu proses inspirasi dan pembimbingan, tanpa ada suatu pemaksaan. Pencontohan perlu dilakukan, tetapi sangat jauh dari suatu bentuk pemaksaan. Hal ini tentu saja dengan koridor kepentingan organisasi atau kepentingan yang jauh lebih luas.

Dengan demikian, prinsip ini jauh dari suatu kehendak dari sang pemimpin untuk membangun popularitas pribadi. Mengapa demikian ? Karena popularitas tidak penting, yang penting adalah bagaimana melakukan pemberdayaan orang lain melalui sebuah inspirasi, bukan dengan popularitas pribadi.

LEADERSHIP DAN FOLLOWERSHIP

Selain model-model kepemimpinan yang telah diuraikan diatas, perlu juga dipahami oleh seorang pemimpin mengenai prinsip yang berkaitan dengan kepemimpinan, yaitu bagaimana menjadi pengikut yang baik (followership). Pemimpin yang efektif adalah yang juga menjadi pengikut yang efektif, seperti ungkapan yang sering diucapkan, ”sebelum engkau dapat memimpin, engkau harus belajar mengikuti”.

Teori West Point juga mengatakan bahwa, “pemimpin yang mampu muncul dari tingkatan berikut pengikut yang mampu.” Kebanyakan setiap orang di dalam organisasi pada saat tertentu menjadi pemimpin, tetapi pada waktu yang lain adalah sebagai pengikut. Oleh karena itu, untuk menjadi pemimpin yang efektif dan berhasil, maka perlu bagi pemimpin untuk mengembangkan kemampuannya sebagai pengikut dan juga pada saat yang sama mengembangkan bawahannya untuk menjadi pengikut yang efektif pula.

Model followership yang terkenal diberikan oleh Robert E. Kelley, (Kelley, 1996) mengenai pengikut yang efektif berdasarkan dua aspek yaitu pemikiran kritis dan partisipasi. Menurut Kelley, pengikut yang efektif adalah orang yang memiliki pemikiran kritis yang tinggi dan mau berpartisipasi secara aktif. Tipe orang ini secara berani dapat menolak sesuatu jika diperlukan, mau memberikan pujian, mengakui kesalahan, dan secara kebiasaan menerapkan pertimbangan yang baik.

KESIMPULAN

Dari berbagai studi pustaka yang kami lakukan, ternyata teori kepemimpinan tersebut berkembang secara paralel dalam berbagai dimensi. Pada tulisan ini, kami mengungkapkan setidaknya 5 (lima) dimensi, yaitu sebagai berikut.

• Dimensi kecerdasan emosional. Inti dari teori kepemimpinan pada dimensi ini adalah pemimpin yang berhasil adalah mereka yang sanggup mengendalikan atau memainkan emosinya, atau memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

• Dimensi nyali. Inti dari teori kepemimpinan pada dimensi ini adalah pemimpin yang berhasil adalah mereka yang memiliki nyali atau keberanian untuk membuat keputusan dan melaksanakannya demi mencapai sasaran bersama.

• Dimensi kematangan karakter. Inti dari teori kepemimpinan pada dimensi ini adalah pemimpin yang berhasil adalah mereka yang tidak menonjolkan diri, sangat mengutamakan kepentingan atau kemajuan bersama dari pada popularitas pribadinya.

• Dimensi kompetensi. Inti dari teori kepemimpinan pada dimensi ini adalah pemimpin yang berhasil adalah mereka yang memiliki kompetensi tertentu, terutama yang berkaitan dengan soft skills.

• Dimensi prinsip. Inti dari teori kepemimpinan pada dimensi ini adalah pemimpin yang berhasil adalah mereka yang memiliki prinsip yang kuat dalam memimpin, tidak terjebak dalam keraguan, dan selalu berpegang teguh pada prinsip tersebut.

IMPLIKASI PADA PRAKTIK

Banyaknya pendekatan yang dilakukan untuk mencari teori kepemimpinan menghasilkan berbagai sudut pandang, yang menurut hemat kami sejatinya saling melengkapi. Kondisi ini memiliki implikasi praktik kepada setiap pemimpin untuk memperhatikan hal-hal berikut ini.

• Pemahaman mengenai berbagai gaya kepemimpinan, agar dapat menghadapi berbagai situasi dengan tepat dan berbagai tipe atau karakteristik orang sehingga dapat dengan efektif mencapai tujuan dan sasaran organisasi.

• Pengembangan kualitas personal yang mendukung, agar dapat dengan efektif berhubungan dengan bawahan dan berbagai pihak lainnya, sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk mengeluarkan yang terbaik dari dalam diri mereka untuk memberikan kontribusi yang optimal bagi kesuksesan organisasi.

• Pemahaman mengenai prinsip followership, karena dalam kondisi dan situasi tertentu pemimpin juga menjadi pengikut, sehingga perlu juga menjadi pengikut yang baik agar dapat menjadi pemimpin yang baik. Selain itu, dengan memahami bagaimana menjadi pengikut yang baik, maka dapat memimpin orang lain untuk menjadi pengikut yang baik, dan mempersiapkan mereka menjadi pemimpin yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Collins, J., (2001), Good to Great, Harper Business, New York.

Covey, S. R., (1989), The 7 Habits of Highly Effective People, Free Press, New York.

Covey, S. R., (1990), Principle-Centered Leadership, Simon & Schuster, London.

Covey, S. R., (2004), The 8th Habit : From Effectiveness to Greatness, Free Press, New York.

Goleman, McKee, dan Boyatzis, (2002), Primal Leadership: Realizing the Power of Emotional Intelligence

Kelley, R. E., (1996), In Praise of Followers, Westview Press, Boulder.

McClelland, D. C., (1988), Human Motivation, Cambridge University Press, Cambridge, MA.

McFarland, J., (2005), Succeeding Ms. (Mr.) Wonderful, dalam : Becoming an Effective Leader, Harvard Business School Press, Boston – Massachusetts.

Spencer, L. M., S. M. Spencer, (1993), Competence at Work : Models for Superior Performance, John Wiley & Sons, New York.

Welch, J., (2001), Jack : Straight From The Gut, Warner Business Books.

Zenger, J. H., J. Folkman, (2002), The Extraordinary Leader : Turning Good Managers into Great Leaders, McGraw Hill, New York.

Sumber : Jendela Riri Satria di Internet

No comments: